"Dan demikianlah kami telah
menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi
atas (perbuatan) manusia."
Atas prinsip inilah, maka umat Islam
yang sejati merupakan umat yang adil dan sederhana. Merekalah yang akan menjadi
saksi di dunia dan di akhirat di atas setiap penyelewengan, penindasan serta
penyimpangan ke kanan maupun ke kiri dari jalan pertengahan yang lurus.
Rasulullah s.a.w. telah bersabda dalam
hadisnya yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi: yang artinya :
“
Sebaik-baik perkara ialah yang paling sederhana”
Kesederhanaan adalah budaya yang telah
diterapkan oleh Rasulullah S.A.W. Budaya sederhana dan sentiasa mendaulatkan
prinsip keadilan serta kemanusiaan inilah yang membentuk generasi Islam yang
begitu mantap dan berkualitas. Generasi yang dididik oleh Nabi Muhammad
S.A.Wdengan ciri kesederhanaan dan penghayatan memahami Islam yang sejati
berlandaskan cahaya al-Quran itulah yang akhirnya berhasil mengangkat
panji-panji Islam ke seluruh dunia.
Rasulullah SAW dan Nabi-nabi yang lain
menyukai hidup sederhana dan wajar. Beliau menikmati ketenangan hidup secara
sederhana bukan berlebih-lebihan dan berfoya-foya. Beliau hidup sederhana di
segala urusannya sehari-hari baik itu dari segi makanan, berpakaian dan juga
apa yang ada padanya. Beliau mencontohkan hidup yang baik pada umatnya dan
bahkan penasehat mereka untuk hidup sederhana dan menahan diri dari hidup yang berpoya-poya.
Dalam hadis-Nya Rasulullah mengajarkan pada umat-Nya untuk hidup sederhana.
“Orang yang mencapai kejayaannya ialah
orang yang bertindak di atas prinsip Islam dan hidup secara sederhana”.[1]
“Barang yang sedikit tetapi cukup (untuk
memenuhi kebutuhan hidup) adalah lebih baik daripada banyak (tetapi menjadikan
mereka lupa diri) dan menyesatkanya (dari jalan hidup yang sederhana”.[2]
Al-Quran mengajak untuk hidup sederhana,
menurut Al-Quran jalan yang terbaik adalah jalan tengah.sebagaimana firman
Allah swt:
“Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.. ( Al
Furqaan: 67)
Meskipun Rasulullah mempunyai sumber
kekayaan yang banyak, beliau tetap hidup secara sederhana yaitu berdasarkan
keperluan-keperluan yang sederhana saja. Ini adalah suatu keteladanan yang
sangat berharga untuk dicontoh dan diikuti. Bahkan keempat khalifah setelah
beliau tetap mempertahankan hidup yang sederhana.
Anjuran Nabi ini tidak hanya terbatas
pada pakaian saja tapi juga mencakup sandang, pangan, papan dan segala
kebutuhan pokok. Begitu juga Allah melarang menjerat leher karena terlalu hemat
sebagaimana dia melarang hambanya untuk hidup boros dan berpoya-poya, karena
kedua sikap ini bertentangan dengan hidup sederhana.
Firman Allah SWT:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan
dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu,” (QS al-Hadid:20).
Kebahagiaan hakiki bukanlah di dunia.
Tak apa bersakit di dunia, jika bisa menuai kebaikan di surga. Karena itu,
jiwa, hati dan pikiran seorang Mukmin selalu bertaut dengan akhirat, dan terus
bekerja untuk menjadikan kehidupan dunianya sebagai tiket menuju surga.
Sejalan dengan ini, ada seorang ahli
hikmah yang berkata :
“sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan
dunia terdiri atas tiga bagian; sebagian gabi mukmunin; sebagian bagi orang
munafik; sebagian lagi bagi orang Kafir. Maka orang mukmin menyiapkan
perbekalan, orang munafik menjadikannya perhiasan, dan orang Kafir
menjadikannya tempat bersenang-senang.”[3]
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan
orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki[4]; maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari di
balik itu[5]; maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan
orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan
orang-orang yang menjaga shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya,”
(QS al-Mukminun:1-11).
Kehidupan Rasulullah SAW
Nabi Muhammad Rasulullah saw selama hidupnya
adalah seorang pribadi sederhana. Meskipun memiliki kekuasaan yang besar, tak
terbersit pun dalam diri beliau memanfaatkannya untuk memiliki harta yang
berlimpah. Kesederhanaan Rasulullah saw tidak sebatas pada sikap beliau yang
memang sangat sederhana, tetapi juga pada apa yang dimilikinya. Hal itu beliau
tampakkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Rasulullah saw bersabda,"Tiada hak
bagi seorang anak Adam dalam semua hal ini kecuali rumah tempat tinggal, baju
yang menutup auratnya, roti kering dan air." (Tarmidzi);
Ibnu Abbas menceritakan bahwa terkadang Rasulullah s.a.w beserta keluarganya tidak
makan beberapa malam, karena tidak ada yang akan dimakannya dan kebanyakan
makanan mereka terdiri dari roti dan tepung gandum. (Tarmidzi).
Orang yang sederhana dalam penampilan
dan gaya hidup kesehariannya merupakan titik tolak kesadaran tinggi hidup
bersosial. Dengan demikian, sikap atau gaya hidup berlebihan, glamor, dan
sombong adalah lawan yang harus dimusnahkan dalam sikap hidup keseharian
seseorang. Karena orang yang suka berlebih-lebihan merupakan tanda sikap
individualistik, yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa mempedulikan nasib
orang lain di sekitarnya.Gaya hidup berlebih-lebihan inilah yang sering Allah
SWT kecam dalam Alquran. Karena sikap ini adalah awal bencana dalam kehidupan
sosial. Jika dalam diri seseorang telah tertanam ambisi untuk memperkaya diri
sendiri, ia akan sangat mudah terseret untuk menghalalkan segala cara demi
meraih apa yang ia cita-citakan. Dan ini sangat berbahaya bagi kehidupan
sosial. Dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar. Orang akan makin asyik
dengan perilaku negatif yang dilakukannya. Akhirnya, jika gaya hidup
berlebih-lebihan terus dipupuk, lambat laun ia akan menjadi budaya yang berakar
kuat dan sulit dicerabut. Rasulullah SAW adalah satu teladan mulia yang
memperlihatkan sikap sederhana. Meskipun beliau memiliki kedudukan terpandang
di masyarakat Arab kala itu, beliau sama sekali tidak berobsesi dan
berkeinginan untuk memamerkan kedudukannya. Rumah beliau sangat sederhana, alas
tidur pun hanya pelepah daun kurma yang membekas di pipi beliau setiap kali
bangun tidur. Sikap hidup sederhana ini pulalah yang dibudayakan oleh para
khalifah sepeninggal Nabi SAW.
“Bahwa sesungguhnya pada pribadi kehidupan
Rasululah SAW adalah contoh teladan yang baik bagimu, bagi orang mengharap
kerelaan Allah dan keselamatan hari akhirat.”[6]
Lantas bagaimana dengan para pemimpin
kita yang Muslim. Kebanyakan mereka mengaku sahabat orang kecil (miskin), mau
membantu dan mengangkat derajat kehidupan rakyat kebanyakan. Jumlah harta
mereka, kalau kita baca, dengar dan lihat di berbagai media massa, semuanya
dalam bilangan milyar. Namun adakah di antara mereka yang mau mengeluarkan
milyaran rupiah tersebut untuk kepentingan fakir. Seperti Khalifah Umar bin
Khaththab yang memanggul sekarung gandum untuk rakyatnya yang sangat
membutuhkan. Ia memilih hidup dalam sebuah gubuk, sebagai penguasa yang
memiliki kekuasaan besar.
Makan / minum 2/3 perut
Akibat buruk orang yang tidak seimbang
dalam makan minumnya akan menimpa tubuh dan badan orang tersebut. Seorang
muslim dalam makan dan minumnya dituntut untuk melaksanakan aturan yang telah
Allah tentukan.
Pertama : tidak boleh berlebih-lebihan.
…….“ Makan, minumlah, dan jangan
berlebih-lebihan[7], Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan” (QS Al-A’raf [7] : 31).
Kedua : tidak boleh makan dan minum
sesuatu yang membahayakan dirinya, apalagi yang haram.
Ketiga : hendaklah makan dan minum dengan
seimbang.
Rasulullah SAW bersabda :
عن أبي كريمة المقدار بن معديكرب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلم يقول : ما ملا ادمي وعاء شرا من بطنه بحسب ابن ادم لقيمات يقمن صلبه, فإن كان لا محالة, فثلث لطعامه, و ثلث لشرابه وثلث لنفسه. رواه الترمذي وابن مجة وابن حبان.
“ tidaklah seorang anak Adam dapat
memenuhi suatu wadah dengan kejelekan kecuali perutnya. Cukuplah bagi anak Adam
suapan makanan yang memuat tulang punggungnya tegak. Jika tidak dapat
mengalahkan nafsunya maka sebaiknya dia mengisi sepertiga untuk makannya,
sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya”.(HSR Imam Ahmad,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah).[8]
Arti dari makanan yang dapat menegakkan
tulang punggungnya yaitu makanan dan minuman yang mengandung zat-zat yang
diperlukan oleh tubuh kita, seperti mengandung protein dan vitamin. Hal ini
menuntut kita untuk menyeleksi jenis makanan yang dibutuhkan. Disamping itu,
perlu diperhatikan juga makanan dan minuman yang harganya lumrah dan terjangkau
oleh daya beli kita, tetapi layak untuk dimakan dan tidak membahayakan kita,
baik dalam urusan ukhrowi maupun duniawi.
Memanjakan nafsu perut dicela oleh
Islam.
Dari Nabi SAW, bahwasanya beliau
bersabda :
وعن النبي عليه الصلاة والسلام-أنه قال : “ثلاثة
يبغضهم الله تعال من غير جرم الاكول والبخيل والمتكبر.
“ tiga golongan manusia yang sangat
dibenci Allah Ta’ala tanpa berbuat dosa, yaitu orang yang banyak makan, orang
bakhil (kikir), dan orang sombong”.
Adapun cara mengurangi makan adalah
dengan merenungkan manfaat dan pentingnya makan sedikit yaitu: menjaga
kesehatan tubuh, dapat memelihara diri (menghindari) barang yang haram dan
sifat tamak.
Kesimpulan
Nilai hidup sederhana adalah nilai hidup
yang menganggap bahwa kebutuhan hidup anda dapat terpenuhi dengan pemenuh
kebutuhan hidup yang “standar”. Yang dimaksud standar di sini adalah yang layak
dengan mengenyampingkan prestise.
Langkah yang kedua yang harus anda
lakukan adalah membuat nilai hidup sederhana yang telah tertanam dalam hati
anda menjadi suatu sikap yang anda anut. Sikap adalah suatu reaksi spontan diri
kita apabila kita dihadapkan pada suatu kondisi atau suatu situasi. Tanda yang
dapat anda rasakan apabila nilai hidup sederhana sudah menjadi sikap hidup anda
adalah apabila anda merasakan ada yang salah apabila anda melihat pemborosan,
ketidakefisienan dan hal-hal lain yang bertentangan dengan nilai hidup
sederhana
.Langkah terakhir yang harus anda
lakukan adalah membuat sikap hidup sederhana menjadi perilaku anda sehari-hari.
Jika sikap hidup sederhana sudah menjadi perilaku anda sehari hari maka lama
kelamaan hidup sederhana akan menjadi budaya hidup anda.
Analisis Penulis
Dalam kehidupan dunia yang cenderung
semakin materialistis ini, sikap sederhana adalah sesuatu yang langka. Banyak orang cenderung mempertontonkan
kemewahan dan berlebihan dengan apa yang mereka miliki. Banyak orang merasa tidak
pernah puas dengan apa yang telah mereka miliki. Mereka berlomba-lomba menumpuk
harta dan kekayaan. Mereka seakan tidak puas dengan apa yang telah mereka
miliki. Ketika mereka telah diberikan oleh Allah kendaraan berupa motor, mereka
ingin memiliki mobil. Ketika sudah terpenuhi, mereka berusaha memiliki mobil
yang lebih mewah. Begitu pula ketika Allah telah memberinya rizki berupa rumah,
banyak orang cenderung ingin memiliki rumah lebih mewah lagi. Orang-orang
seperti itu adalah orang yang tidak tau akan arti hidup sebenrnya. Mungkin
merika disebabkan kebodohan merika sendiri yang terjerat hawa nafsu, harta yang
dimiliki yang seharusnya dijadikan sebagai serana untuk meraih kebahagiaan
akhirat malah dijadikan sebagai pelempiasan hawa nafsu.
[1] HR. Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah,
dikutip oleh mishkat, Edisi Urdu, Opcit Vol II, hal 245, No. 4934.
[2] Abu Naeem, Dikutip oleh Mishkat,
Opcit. Vol II, hal. 348, No. 4962.
[3] Ir. Permadi Alibasyah, Sentuhan
Kalbu, Cet I. (Bandung, Penerbit: Cahaya Makrifat, 2005). Hlm: 202
[5] Maksudnya: budak-budak belian yang
didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di
luar peperangan. dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita
yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam
peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh
melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya
tidak ikut tertawan bersama-samanya.
[6] Maksudnya: zina, homoseksual, dan
sebagainya
[7] Al-Ahzab:21.
[8] Maksudnya: janganlah melampaui batas
yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang
dihalalkan
[9] M. Quraish Shihab, Wawasan
Al-Qur’an, Cet I. (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007). Hlm. 198.
http://rijalbanjari.blogspot.co.id/2016/01/konsep-hidup-sederhana-menurut-al-quran.html